SUARA JABAR SATU.COM | JAKARTA —Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan fenomena berita palsu atau hoaks saat ini sudah sangat meresahkan. Data dari Kepolisian Indonesia menyebut, akun yang memproduksi hoakspada 2018 meningkat dibanding 2017.
Pada 2017, setidaknya ada 733 akun anonymous dan pada 2018 mencapai 2.533. “Tentu ini berpotensi memecah belah bangsa kalau tidak segera ditangani,” kata Moeldoko dalam sambutan diskusi bertema ‘Pemilu, Hoaks, dan Penegakan Hukum’ di hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2018.
Fenomena produksi berita bohong dan ujaran kebencian ini makin marak menjelang pemilu 2019. Kabar hoax terbaru menyangkut pencoblosan surat suara yang sempat membuat gaduh. Padahal faktanya, KPU belum melakukan pencetakan kertas suara.
“Berita bohong itu tentu akan mendeligitimasi KPU dan pemerintah. Ini sangat mencemaskan kita semua,” ujar Moeldoko.
Berita bohong semacam itu, akan berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat terhadap pemilu. Padahal menurut KPU selama ini, partisipasi masyarakat terhadap pemil sudah mencapai 70 persen.
Menurut Moeldoko, fenomena hoaks dan pemilu bukanlah hal baru. Pada saat Amerika Serikat melaksanakan pemilihan presiden 2016 lalu, misalnya, penyebaran berita-berita bohong juga terjadi.
Saat itu, lebih dari 100 website dikelola oleh pendukung Donal Trump di sebuah kota kecil bernama Veles, di Macedonia, Eropa Timur. Website itu mengelola dan memproduksi berita hoaxs dan fake news agar Donal Trump bisa terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Saat masyarakat dihadapkan pada perkembangan teknologi yang masif, penyebaran hoax tentu akan menjadi hambatan bagi demokrasi. “Tantangannya, kita juga garus meningkatkan literasi digital masyarakat,” ujar Moeldoko.
Melek digital ini sangat penting agar masyarakat bisa menerima informasi yang benar. Sehingga saat melakukan pencoblosan, mereka sudah punya informasi benar dan cukup.
Dalam rapat terbatas mengenai media social pada 2016 lalu, kata Moeldoko, Presiden Joko Widodo meminta agar penegakan hukum tegas menangani masalah hoax ini. “Presiden menginstruksikan agar penegakan hukum harus tegas dan keras untuk penyebaran informasi yang mengandung fitnah,” ujar Moeldoko.
Selain penegakan hukum, menurut Moeldoko, juga diperlukan gerakan sosial untuk membatasi gerakan penyebar berita bohong itu. “Presiden meminta agar dilakukan gerakan literasi yang masif, edukatif, dan beretika,” ujarnya.
Pada kesempatan ini Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menyimpulkan, kita harus melipatgandakan semangat diskusi ini. “Kita tegas menolak hoaks, aktifkan cek data dan fakta. Tinggalkan kebiasaan menyebar berita bohong,” ungkapnya.
Selain itu, Jaleswari menegaskan, penegakan hukum terhadap kasus hoaks akan menjadi langkah terakhir setelah langkah dialog dan literasi media dilakukan.
Pembicara lain dalam diskusi yang dipandu moderator Muhammad Farhan ini yakni sosiolog Imam Prasodjo, selebritas lawakan tunggal Arie Kriting, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Niken Widiastuti, Kepala Satgas Nusantara Polri Irjen Pol Gatot Eddy Pramono, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra dan peneliti Lab Sosio Universitas Indonesia Lugina Setyawati.
Comment